
Transformasi pendidikan di Indonesia terus bergerak menuju arah yang lebih bermakna dan kontekstual. Tahun 2025 menjadi tonggak penting dengan diberlakukannya Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025, yang menempatkan kegiatan kokurikuler sebagai bagian wajib dalam struktur kurikulum sekolah. Tapi, apa sebenarnya kokurikuler itu? Dan bagaimana penerapannya bisa berdampak nyata pada siswa?
Apa Itu Kokurikuler?
Kokurikuler adalah kegiatan pembelajaran tematik lintas disiplin yang dirancang di luar mata pelajaran intrakurikuler. Ia bukan sekadar aktivitas tambahan, melainkan bagian resmi dari proses belajar siswa, yang terencana, terstruktur, dan diakui sebagai jam pembelajaran.
Kegiatan kokurikuler memiliki tiga bentuk utama:
1. Kolaborasi lintas mata pelajaran — misalnya, tema “Konsumsi Sehat” menggabungkan pelajaran IPA, Matematika, dan Bahasa Indonesia.
2. Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (7 KAIH) — seperti membaca pagi, hidup bersih, salam sopan, dan jurnal refleksi.
3. Proyek tematik kontekstual — seperti kampanye sosial, eksplorasi lokal, atau forum diskusi siswa.
Mengapa Kokurikuler Penting?
Kokurikuler dirancang untuk memperkuat 8 dimensi Profil Pelajar Pancasila, seperti kreativitas, kolaborasi, kemandirian, hingga komunikasi dan keimanan. Melalui kegiatan ini, siswa tidak hanya memahami teori, tetapi juga:
- Belajar lewat pengalaman langsung
- Membentuk kebiasaan baik secara berkelanjutan
- Mengenali nilai-nilai kehidupan dari lingkungan sekitar
Dengan kata lain, kokurikuler membuat belajar jadi hidup.
Bagaimana Sekolah Melaksanakannya?
Terdapat dua pendekatan utama:
Model Reguler (mingguan): cocok untuk kegiatan pembiasaan seperti 7 KAIH, dilakukan secara konsisten sepanjang tahun.
Model Blok (intensif): proyek-proyek tematik yang dilaksanakan dalam waktu terfokus (misalnya, 1–3 minggu), ideal untuk kolaborasi antar guru dan lintas kelas.
Contohnya:
“Kantin Sehat Sekolah” → membangun kesadaran kesehatan dan penalaran kritis.
“Kampanye Anti Bullying” → menumbuhkan sikap toleransi dan kemampuan komunikasi.
“Jurnal Refleksi Mingguan” → memperkuat spiritualitas dan kemandirian siswa.
Bagaimana Penilaiannya?
Berbeda dengan pelajaran biasa, penilaian kokurikuler tidak berbentuk angka. Yang dinilai adalah proses dan keterlibatan murid, melalui:
- Jurnal refleksi
- Karya proyek
- Observasi forum diskusi
- Logbook kebiasaan 7 KAIH
Penilaian dilakukan secara kolaboratif oleh guru mata pelajaran, wali kelas, guru BK, hingga koordinator projek, dan hasilnya tampil dalam rapor sebagai Nilai Kokurikuler.
Peran Guru dan Sekolah
Semua guru dapat terlibat. Penugasan seperti koordinator projek atau pembina 7 KAIH diakui sebagai tugas tambahan resmi dan dihitung dalam beban kerja mingguan. Kepala sekolah dan tim supervisi internal memantau kegiatan ini agar berjalan efektif dan sesuai rencana.
Kokurikuler Bukan Pelengkap, Tapi Inti
Membiasakan siswa menyapa dengan sopan, menyusun kampanye sekolah sehat, hingga menulis refleksi pribadi—semua ini bukan sekadar kegiatan seremonial. Ini adalah bagian dari pembelajaran bermakna yang menyentuh hati dan membentuk karakter.
Jika sekolah dikelola hanya untuk nilai kognitif, maka kita kehilangan peluang membentuk pribadi utuh. Kokurikuler adalah jembatan antara kurikulum dan kehidupan nyata.
Ingin tahu lebih dalam atau memulai pelaksanaan kokurikuler di sekolah Anda? Download Buku Saku Implementasi Kokurikuler dari Dinas Pendidikan Jawa Timur bisa menjadi panduan awal yang sangat lengkap dan inspiratif.