
Pemerintah melalui Permendikdasmen No. 9 Tahun 2025 telah menetapkan bahwa Tes Kemampuan Akademik (TKA) digunakan untuk mengukur capaian akademik murid secara terstandar, baik dari jalur formal, nonformal, maupun informal. TKA mencakup mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Matematika, dan untuk jenjang atas, Bahasa Inggris dan mata pelajaran pilihan.
Download salinan Permendikdasmen No. 9 Tahun 2025 tentang TKA disini
Secara umum, tujuan TKA sangat positif: menjamin mutu pendidikan, menyetarakan pendidikan nonformal dan informal, serta mendorong peningkatan kualitas pendidik. Namun, ada satu hal yang mengundang perhatian: peraturan ini tidak menetapkan batas ambang nilai (passing grade) untuk hasil TKA. Siswa hanya dikategorikan dalam capaian, tanpa indikator batas minimum kelulusan yang seragam secara nasional.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah adil dan relevan jika hasil TKA dijadikan syarat dalam seleksi penerimaan murid baru jalur prestasi, jika tidak ada standar ambang nilai yang menjadi acuan?
Tanpa ambang batas, sekolah atau pemerintah daerah memiliki keleluasaan untuk menafsirkan hasil TKA sesuai kepentingan masing-masing. Ini berpotensi menciptakan ketimpangan akses pendidikan, terutama bagi murid dari daerah dengan sumber daya pendidikan yang lebih rendah. Seharusnya, jika nilai TKA digunakan dalam seleksi, maka transparansi dan kesetaraan harus dikedepankan melalui batas nilai minimum nasional yang jelas.
Lebih lanjut lagi, keputusan untuk mengandalkan TKA dalam seleksi jalur prestasi bisa melemahkan prinsip bahwa pendidikan adalah hak, bukan kompetisi semata. Dalam praktiknya, nilai TKA mungkin dipengaruhi banyak faktor eksternal—akses terhadap guru berkualitas, kondisi sosial-ekonomi, dan ketersediaan teknologi pembelajaran.
Dengan demikian, penting bagi Kementerian untuk meninjau ulang kebijakan tanpa ambang batas ini. Bila TKA tetap menjadi bagian dari proses seleksi, maka harus ada mekanisme kontrol mutu nasional yang adil dan inklusif, agar hasilnya benar-benar mencerminkan kemampuan akademik, bukan sekadar hasil dari ketimpangan kesempatan belajar.