-->

Tulislah kata kunci yang Anda cari, Enter

Buku AK-45 Edisi 2020 Konsep dan Model Kurikulum 2045
author photo
By On
Buku AK-45 Edisi 2020 Konsep dan Model Kurikulum 2045

Arah Kompetensi Generasi Indonesia Menuju 2045 (AK-45) landasan pemikiran analisis kondisi saat ini dan tantangan dunia dan Indonesia yang menjadi acuan pengembangan arah kompetensi generasi Indonesia menuju 2045. Keseluruhan isi buku ini memberikan gambaran secara terintegrasi mengenai arah pendidikan generasi Indonesia menuju 2045.


Konsep dan Model Kurikulum 2045

Konsep Kurikulum

Sebagai suatu rencana, kurikulum menjadi panduan dalam melaksanakan proses pendidikan pada lembaga pendidikan apapun. Dalam aplikasinya bentuk kurikulum, yang juga berimplikasi bagaimana proses pendidikan dilaksanakan, akan berbeda sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan oleh pengembang kurikulum. Terkait dengan ini, Mohammad Ali (2017) dan Mohammad Ali (2020) menjelaskan ada empat macam konsep kurikulum, yaitu:


1. Kurikulum Humanistis
Konsep kurikulum humanistis memandang kurikulum sebagai alat untuk mengembangkan setiap individu peserta didik. Kurikulum seharusnya memberi kesempatan kepada setiap peserta didik untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimiliki.


Tujuan kurikulum ditekankan pada aspek pengembangan diri individu, kejujuran, dan otonomi. Konsep ini dipengaruhi oleh teori psikologi Abraham Maslow tentang hirarki kebutuhan. Berdasarkan teori itu, kebutuhan individu berjenjang dari mulai kebutuhan dasar (jenjang yang paling rendah), hingga kebutuhan pada jenjang yang paling tinggi.


Setiap jenis kebutuhan itu harus dipenuhi dan ketika kebutuhan itu terpenuhi akan memotivasi individu yang bersangkutan untuk berusaha memenuhi kebutuhan pada jenjang berikutnya. Kebutuhan yang paling dasar adalah kebutuhan biologis, seperti makan, minum, tidur. Pada jenjang berikutnya adalah kebutuhan untuk memperoleh rasa aman, berikutnya adalah kebutuhan untuk diterima oleh kelompoknya, berikutnya adalah kebutuhan untuk dicintai dan dihargai, dan kebutuhan yang paling tinggi adalah kebutuhan untuk merealisasi atau mengaktualisasi diri.


Dewasa ini Malow memperbaharui teorinya dengan menambahkan jenjang kebutuhan yang tertinggi, yakni setelah individu dapat merealisasikan diri dia akan berusaha memenuhi kebutuhan transendental, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan.


Dalam konsep kurikulum humanistis ini, tugas pendidikan adalah membantu setiap individu peserta didik untuk mencapai aktualisasi diri dengan cara mengeksplorasi potensi yang dimilikinya agar dia berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya itu. Atas dasar ini kurikulum sekolah harus disiapkan dengan cara menyelaraskan antara perkembangan pribadi individu peserta didik dan perkembangan kognitifnya secara simultan.


Dalam implementasi kurikulum yang menerapkan konsep ini, terutama terkait proses mengajar dan belajar ditekankan pada memotivasi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Dalam hal ini pendidikan tidak hanya semata-mata memberi tetapi juga mendorong setiap individu untuk melakukan sesuatu dalam merealisasikan potensi yang dimilikinya itu.


Konsep kurikulum humanistis ini melahirkan konsep tentang kurikulum yang berpusat pada peserta didik (student-centered curriculum). Melalui penerapan konsep kurikulum ini setiap peserta didik memperoleh kesempatan belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya masing-masing.


Substansi kurikulum hampir tidak muncul secara jelas, sebaliknya yang muncul ke permukaan adalah rencana belajar yang dibuat oleh peserta didik atas bantuan guru. Dengan menekankan pada pentingnya memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didik secara individual, setiap peserta didik, dengan bantuan guru menyusun rencana belajar itu.

2. Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Konsep kurikulum ini menekankan pada pentingnya kurikulum sebagai suatu alat untuk merekonstruksi gaya hidup atau budaya masyarakat. Pada kurikulum itu ada rencana yang terkait dengan bagaimana struktur kehidupan yang tatanannya dianggap lebih baik untuk diwujudkan melalui pendidikan, baik tatanan yang terkait dengan aspek-aspek sosial, politik, ekonomi, mental, maupun spiritual.


Melalui proses pendidikan di lembaga pendidikan (sekolah) yang pada hakikatnya merupakan implementasi kurikulum peserta didik iperkenalkan dengan berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat sesuai dengan tingkat kemampuan berpikirnya, kemudian berusaha untuk mencari pemecahannya.


Dampak penerapan konsep ini sebagai rekonstruksi sosial adalah: (a) Perlu dilakukan analisis kebutuhan sebagai persiapan dalam menyusun kurikulum, (b) Berdasarkan hasil analisis kebutuhan ini perlu disusun skala prioritas, (c) Proses pendidikan menekankan pada pemecahan masalah, dan (d) Masyarakat dapat digunakan sebagai sumber belajar. Dalam mempersiapkan kurikulum, analisis kebutuhan mengidentifikasi berbagai kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat untuk dapat meningkatkan standar hidupnya.


Berdasarkan hasil analisis kebutuhan ini selanjutnya disusun skala prioritas, yakni kebutuhan mana dipandang paling penting untuk dipenuhi. Berdasarkan hal ini selanjutnya dibuat skala prioritas dan peserta didik diminta untuk mengenali dan mencari pemecahan masalah yang dihadapi dengan menjadikan masyarakat sebagai sumber belajar. Konsep kurikulum melahirkan kurikulum yang berpusat pada kegiatan (activity-centered curriculum).


Kurikulum sekolah tidak menyiapkan sejumlah mata pelajaran yang secara khusus untuk dipelajari oleh peserta didik, akan tetapi yang disiapkan dalam kurikulum adalah proyek-proyek untuk melaksanakan kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu, kurikulum seperti ini disebut juga dengan Kurikulum Proyek. Tujuannya adalah agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Praktik pelaksanaan kurikulum seperti ini menggunakan metode pemecahan masalah.

3. Kurikulum Teknologis

Istilah teknologi dalam konteks ini adalah penggunaan pendekatan sistem dalam memecahkan masalah kehidupan yang bersifat praktis. Konsep ini memandang kurikulum sebagai suatu sistem dan dikembangkan dengan menerapkan pendekatan sistem.


Sebagai sebuah sistem, kurikulum memiliki sejumlah komponen yang saling bergantung dan saling berhubungan dalam mencapai tujuan secara efektif. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang menerapkan konsep ini dimulai dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan tujuan yang dirumuskan selanjutnya direncanakan bahan ajar, kegiatan pembelajaran, dan pengembangan alat untuk melakukan penilaian atau asesmen keberhasilan mencapai tujuan itu.


Konsep kurikulum teknologis ini tidak menghasilkan suatu bentuk kurikulum tertentu, seperti kurikulum yang berpusat pada peserta didik atau kurikulum yang berpusat pada kegiatan sebagaimana pada kedua konsep sebelumnya.


Konsep ini lebih menekankan pada perancangan sistem mengajar-belajar dengan menggunakan pendekatan sistem. Aplikasinya dalam praktik pendidikan tercermin dari penerapan sistem pengajaran individual, di mana peserta didik dapat memilih bahan belajar sendiri untuk dipelajari.


Jadi, setiap peserta didik dapat mempelajari bahan belajar sesuai dengan potensinya masing-masing sehingga setiap peserta didik yang memiliki potensi tinggi dapat belajar dan menguasai pelajaran lebih cepat dari peserta didik yang potensinya lebih rendah. Dengan mengacu kepada konsep ini kurikulum dirancang dalam bentuk paket belajar yang dapat dipelajari secara individual.

4. Kurikulum Akademis

Kesadaran terhadap pentingnya meningkatkan kemajuan dalam sains dan teknologi memunculkan konsep kurikulum yang dijadikan alat untuk menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kecakapan intelektual tinggi yang melalui proses pendidikan yang dapat mengembangkan kecakapan kognitif. Berdasarkan konsep ini, kurikulum merupakan alat untuk mengembangkan kecakapan kognitif.


Proses pengembangan kurikulum dilakukan mulai dari merencanakan kegiatan mempelajari bahan ajar, namun tidak semua bahan ajar itu diambil dari berbagai mata pelajaran yang dijadikan isi kurikulum. Untuk ini perlu dilakukan seleksi yang hati-hati terhadap bahan-bahan ajar yang berpotensi akan dijadikan isi kurikulum dengan berbasis pada struktur dari berbagai disiplin ilmu tertentu. Proses mempelajarinya dilakukan dengan menerapkan pendekatan belajar yang mendukung proses kognitif, seperti inquiry dan discovery.


Penerapan konsep kurikulum akademik menghasilkan kurikulum yang berorientasi mata pelajaran. Meskipun demikian, bahan-bahan ajar yang menjadi isi kurikulum dipilih dari berbagai cabang disiplin ilmu yang diperkirakan dapat meningkatkan kecakapan untuk melakukan proses kognisi.


Kurikulum akademis ini bisa disusun dalam dua macam bentuk, yaitu:
a. bentuk spiral, yakni bahan ajar dipilih dari konsep dasar berbagai disiplin ilmu pengetahuan, dan setiap bahan ajar itu dipelajari secara berulang namun dengan tingkat keluasan dan kedalaman disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir peserta didik  atau jenjang pendidikannya.

b. bentuk kurikulum inti (core curriculum) yang berisi sejumlah mata pelajaran dan bahan pelajaran yang bersifat fundamental dan sangat esensial untuk dikuasai oleh peserta didik. Kurikulum inti 
ini dapat juga dipandang sebagai kurikulum umum atau bahan ajar pendidikan umum. Kurikulum inti atau bahan pelajaran umum ini harus dipelajari oleh setiap peserta didik, sehingga semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama baik terkait pengetahuan dan kecakapannya. Untuk memberi kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki disiapkan paket pelajaran atau paket bahan pelajaran pilihan (elective package) yang dapat dipilih oleh 
setiap peserta didik untuk dipelajari.

c. Kurikulum yang menerapkan konsep ini selalu terdiri dari dua paket, yaitu Kurikulum Inti (Core Curriculum) dan Paket Pilihan (Elective Package atau Elective Curriculum). Kurikulum inti dapat dipilih dari disiplin ilmu pengetahuan, isu-isu atau permasalahan dalam kehidupan masyarakat, atau bahan pelajaran yang setiap peserta didik harus menguasainya seperti keberagamaan, kebangsaan, bahasa nasional, dan ilmu pengetahuan dasar yang diperlukan untuk studi lanjutan. Adapun paket elektif berisi materi-materi belajar atau pelajaran yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan minat dan bakat atau potensi yang dimilikinya.


Model Kurikulum 

Dalam mengantisipasi pendidikan untuk mempersiapkan generasi  yang akan menjalani kehidupan di masa yang akan datang, terutama arah  kompetensi 2045 dan selanjutnya, diperlukan suatu model kurikulum yang  lebih sesuai. Apabila kita cermati keempat konsep kurikulum sebagaimana diuraikan di atas, dengan mencermati kelebihan dan kekurangannya, kita dapat merancang model kurikulum yang mengaplikasi bagian-bagian dari keempat konsep itu, sesuai dengan kepentingannya, yaitu kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologis, dan kurikulum akademis. Dalam mengembangkan kurikulum dengan model ini, secara ‘eklektif’ bagian dari keempat ini digunakan untuk melakukan proses tertentu dalam arti tidak secara utuh menggunakan salah satu dari keempat konsep tersebut. Atas dasar ini, model kurikulum yang digunakan adalah Model Kurikulum Eklektik atau Eclectic Curriculum Model (Mohammad Ali, 2020).


Pada model kurikulum yang diajukan ini, konsep dasar yang digunakan untuk membangun model kurikulum adalah Kurikulum Akademis yang menerapkan Kurikulum Inti (Core Curriculum) dengan menyediakan paket-paket pilihan (Elective Package). Dalam penyediaan paket pilihan ini, baik dalam perencanaan maupun dalam implementasinya menerapkan konsep kurikulum humanistis dalam arti memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan minat dan potensi-potensi yang dimiliki. Dengan demikian kurikulum ini selain menyediakan paket kurikulum yang wajib diikuti oleh setiap peserta didik, yaitu kurikulum inti yang pada hakikatnya merupakan kurikulum pendidikan umum, juga disediakan kurikulum yang berorientasi pada peserta didik, yang merupakan penerapan kurikulum humanistis, melalui penyediaan paket pilihan.


Bahan-bahan ajar dan aktivitas mempelajari paket pilihan dapat dipilih selain dari berbagai sumber yang mengacu kepada berbagai disiplin ilmu, juga dapat dipilih dari bahan ajar yang bersumber dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Maksud utama dari pilihan bahan-bahan ajar yang bersumber dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adalah agar peserta didik memahami dan mampu mencari solusi terhadap berbagai permasalahan masyarakat itu dalam kerangka melakukan rekonstruksi sosial. Dalam implementasinya pun dilakukan proses dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving), yang permasalahan yang menjadi bahan untuk dipelajari didasarkan atas hasil analisis kebutuhan, yang pada dasarnya merupakan aplikasi konsep dari 
kurikulum rekonstruksi sosial.


Dalam pengembangan kurikulum itu sendiri dipandang sebagai suatu sistem dan dikembangkan dengan menerapkan pendekatan sistem. Kurikulum memiliki sejumlah komponen yang saling bergantung dan saling berhubungan dalam mencapai tujuan secara efektif. Pengembangan kurikulum yang menerapkan konsep ini dimulai dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan tujuan yang dirumuskan selanjutnya direncanakan bahan ajar, kegiatan pembelajaran, dan pengembangan alat untuk melakukan penilaian atau asesmen keberhasilan mencapai tujuan itu. Pengembangan kurikulum seperti ini merupakan aplikasi dari konsep kurikulum teknologi.


Kurikulum Fleksibel dan Berkelanjutan

Kurikulum adalah esensi dari pelaksanaan pendidikan nasional yang merupakan rencana belajar agar peserta didik memperoleh berbagai kompetensi yang diperlukan untuk menjalani kehidupan setelah 
menyelesaikan pendidikannya, yang difasilitasi oleh sekolah melalui berbagai kegiatan guru profesional. Mengingat kondisi pada masa depan, pada era 2045, terjadi berbagai perubahan, permasalahan utama yang terkait adalah bagaimana agar secara berkesinambungan materi yang 
direncanakan akan dipelajari oleh peserta didik relevan dengan tuntutan kompetensi yang diperlukan pada era itu.


Untuk ini, kurikulum berbentuk kurikulum subyek akademis yang terdiri dari sejumlah subyek (mata pelajaran) yang diorganisasi ke dalam Kurikulum Inti yang mewadahi berbagai mata pelajaran untuk mengembangkan kompetensi yang berkaitan dengan nasionalisme, keberagamaan, dan dasar-dasar untuk studi lanjut; dan Kurikulum Pilihan yang menawarkan sejumlah paket mata pelajaran pilihan yang memfasilitasi peserta didik mengembangkan kompetensi-kompetensi yang secara khusus ingin dimilikinya sesuai dengan potensi, minat dan motivasinya.


Agar berkesinambungan, kurikulum secara makro tidak berubah, kecuali berdasarkan hasil evaluasi komprehensif yang bersifat nasional perlu perbaikan secara parsial. Agar dapat mengantarkan peserta didik memperoleh berbagai kompetensi yang adaptable terhadap berbagai perubahan, diperlukan profesionalisme guru dalam merancang  rencana belajar terkait mata pelajaran yang diampunya (merancang kurikulum mikro) dengan mengacu pada kurikulum makro. serta menggunakan strategi yang efektif dalam mengimplementasikannya.

Click to comment