Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yakni : kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), masyaraka belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).Makna dari kontruktivisme adalah siswa mengkonstruksi/membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal melalui proses interaksi sosial dan asimilasi-akomodasi. Implikasinya adalah pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Inti dari inquiry atau menyelidiki adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Oleh karena itu dalam kegiatan ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis Bertanya atau questioning dalam pembelajaran kontekstual dilakukan baik oleh guru maupun siswa. Guru bertanya dimaksudkan untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Sedangkan untuk siswa bertanya meupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry. Masyarakat belajar merupakan sekelompok orang (siswa) yang terikat dalam kegiatan belajar, tukar pengalaman, dan berbagi pengalaman. Sesuai dengan teori kontruktivisme, melalui interaksi sosial dalam masyarakat belajar ini maka siswa akan mendapat kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, oleh karena itu bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. Pemodelan merupakan proses penampilan suatu contoh agar orang lain (siswa) meniru, berlatih, menerapkan pada situasi lain, danmengembangkannya.
Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukan dengan cara pemodelan ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukur dan membuat keputusan tentang pengetahuan dan keterampilan siswa yang autentik (senyatanya). Agar dapat menilai senyatanya, penilaian autentik dilakukan dengan berbagai cara misalnya penilaian penilaian produk, penilaian kinerja (performance), potofolio, tugas yang relevan dan kontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya. Refleksi pada prinsipnya adalah berpikir tentang apa yang telah dipikir atau dipelajari, dengan kata lain merupakan evaluasi dan instropeksi terhadap kegiatan belajar yang telah ia lakukan.
Alasan perlu diterapkannya pembelajaran kontekstual adalah :
- Sebagian besar waktu belajar sehari-hari di sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, sementara siswa ”dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan memberdayakan siswa.
- Materi pembelajaran bersifat abstrak-teoritis-akademis, tdak terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja.
- Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai kualitas dan kemampuan belajar siswa yang autentik pada situasi yang autentik.
- Sumber belajar masih terfokus pada guru dan buku. Lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal.
Landasan filosofi pemelajaran kontekstual adalah konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti halnya mengisi botol kosong, sebab otak siswa tidak kosong melainkan sudah berisi pengetahuan hasil pengalaman-pengalaman sebelumnya. Siswa tidak hanya ”menerima” pengetahuan, namun ”mengkonstruksi” sendiri pengetahuannya melalui proses intra-individual (asimilasi dan akomodasi) dan inter-individual (interaksi sosial).
Pembelajaran kontekstual sebenarnya bukam merupakan pendekatan yang sama sekali baru. Dasar pembelajaran kontekstual sudah dikembangkan oleh John Dewey sejak tahun 1916. Pendekatan ini kemudian digali kembali, dikembangkan lagi, dan dipopulerkan oleh The Washington State Concorcium for Contextual Teaching and Learning dengan melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah, dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.
Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika materi pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut sehinggga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Model pembelajaran apa saja sepanjang memenuhi persyaratan tersebut dapat dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar maupun kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis kompetensi sangat sesuai.
Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan biaya besar dan media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel, tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya. Guru dan buku bukan merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang sebagai orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi berbagai pertanyaan siswa yang terkait dengan lingkungan baik tradisional maupun modern.
Seperti yang dikemukakan di muka, dalam pembelajaran kontekstual tes hanya merupakan sebagian dari teknik/ instrumen penelitian yang bermaca-macam seperti wawancara, observasi, inventory, skala sikap, penilaian kinerja, portofolio, jurnal siswa, dan sebagainya yang semuanya disinergikan untuk menilai kemampuan siswa yang sebenarnya (autentik). Penilainya bukan hanya guru saja tetapi juga diri sendiri, teman siswa, pihak lain (teknisi, bengkel, tukang dsb.). Saat penilaian diusahakan pada situasi yang autetik misal pada saat diskusi, praktikum, wawancara di bengkel, kegiatan belajar-mengajar di kelas dan sebagainya.siswa.
Dalam pembelajaran kontekstual rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebenarnya lebih bersifat sebagai rencana pribadi dari pada sebagai laporan untuk kepala sekolah atau pengawas seperti yang dilakukan saat ini. Jadi RPP lebih cenderung berfungsi mengingatkan guru sendiri dalam menyiapkan alat-alat/media dan mengendalikan langkah-langkah (skenario) pembelajaran sehingga bentuknya lebih sederhana.
Beberapa model pembelajaran yang meruapakan aplikasi pembelajaran kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah ( problem based learning).
1. Model Pembelajaran Langsung
Inti dari model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut selangkah demi selangkah kepada siswa.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori pemodelan tingkah laku yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, belajar dapat dilakukan melalui pemodelan (mencontoh, meniru) perilaku dan pengalaman orang lain. Sebagai contoh untuk dapat mengukur panjang dengan jangka sorong, siswa dapat belajar dengan menirukan cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang dicontohkan oleh guru.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini terutama adalah penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong, mengerjakan soal-soal yang terkait dengan hukum kekekalan energi, dan menimbang benda dengan neraca Ohauss), dan atau pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu misal nama-nama bagian jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer sekrup, dan fungsi bagian bagian neraca Ohauss), serta keterampilan belajar siswa (misal menggarisbawahi kata kunci, menyusun jembatan keledai, membuat peta konsep, dan membuat rangkuman).
Sintaks Model pembelajaran Langsung tabel 1
Fase /tahap
- Menyampaikan tujuan & mempersiapkan siswa.
- Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan.
- Membimbing pelatihan.
- Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
- Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.
Peran Guru
- Guru menjelaskan tujuan & kompetensi yang ingin dicapai, informasi latar belakang, pelajaran, pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk belajar.
- Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
- Guru merencanakan & memberi bimbingan pelatihan awal.
- Guru mencek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberikan umpan balik.
- Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan pada situasi yang lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari
Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran meliputi 5 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada tabel 1.
Model pembelajaran ini cenderung berpusat pada guru, sehingga sebagian besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan pelaksanaan hendaknya sangat hati-hati. Sistem pengelolaan permbelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin keterlibatan seluruh siswa khususnya dalam memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan mengacu pada tugas dan memberi harapan yang tinggi agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan siswa pada situasi masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi siswa untuk memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama, memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang siswa untuk menghasilkan karya pemecahan dan peragaan hasil.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Piaget dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan dari Bruner. Menurut teori konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa seperti menuangkan air dalam gelas, tetapi siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui proses intra-individual asimilasi dan akomodasi (menurut Piaget) dan proses inter-individual atau sosial (menurut Vigotsky). Menurut Bruner belajar yang sebenarnya terjadi melalui penemuan, sehingga dalam proses pembelajaran hendaknya banyak menciptakan peluang-peluang untuk aktivitas penemuan siswa.
Tujuan yang dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini adalah keterampilan berfikir dan pemecahan masalah, kinerja dalam menghadapi situasi kehidupan nyata, membentuk pebelajar yang otonom dan mandiri.
Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran meliputi 5 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada tabel 2.
Sintaks Model pembelajaran Berbasis Masalah tabel.2
Fase /tahap
- Mengorientasikan siswa pada masalah.
- Mengorganisir siswa untuk belajar
- Membimbing penyelidikan/ inkuiri individu maupun kelompok.
- Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
- Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Peran Guru
- Guru menjelaskan tujuan/ kompetensi yang ingin dicapai, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
- Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
- Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
- Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, atau model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
- Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran berbasis masalah ini dicirikan oleh adanya sifat terbuka, proses demokrasi, dan peranan aktif siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa menjadi mandiri, otonom, percaya pada keterampilan intelektual sendiri melalui keterlibatan aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat..
3. Model Pembelajaran Koperatif
Inti model pembelajaran koperatif adalah siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan yang berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama sampai seluruh anggota menguasai bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe pendekatan pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams Achievement Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural, namun tidak dikemukakan dalam materi diklat ini.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Vigotsky yang menekankan pentingnya sosiokultural dalam proses belajar seperti tersebut di muka, dan teori pedagogi John Dewey yang menyatakan bahwa kelas seharusnya merupakan miniatur masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar kehidupan nyata. Guru seharusnya menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini adalah hasil belajar akademik yakni penguasaan konsep-konsep yang sulit, yang melalui kelompok koperatif lebih mudah dipahami karena adanya tutor teman sebaya, yang mempunya orientasi dan bahasa yang sama. Disamping itu hasil belajar keterampilan sosial yang berupa keterampilan koperatif (kerjasama dan kolaborasi) juga dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini.
Sintaks atau langkah-langkah pembelajaran meliputi 6 fase, dengan peran guru pada tiap fase dapat dilihat seperti pada tabel 3.
Sintaks Model pembelajaran Koperatif Tabel.3
Fase /tahap
- Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
- Menyajikan informasi.
- Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar.
- Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
- Evaluasi
- Memberikan penghargaan
Peran Guru
- Guru menyampaiakan tujuan/ kompetensi yang ingin dicapai, dan memotivasi siswa untuk belajar.
- Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
- Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisis secara efisien.
- Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
- Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
- Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran koperatif ini dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dalam pengaturan lingkungan diusahakan agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat diakses setiap siswa, serta guru menjauhi kesalahan tradisional yakni secara ketat mengelola tingkah-laku siswa dalam kerja kelompok.
Judul Asli : PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLEMENTASINYA
Penulis : Dr. Jumadi