
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menerbitkan SE Menteri Nomor 13 Tahun 2025 tentang pembiayaan honor guru dan tenaga kependidikan non ASN melalui Dana BOSP. Berikut penjelasan lengkap, dampak, dan implikasinya bagi sekolah. Download
Latar Belakang Terbitnya SE Menteri Nomor 13 Tahun 2025
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengeluarkan Surat Edaran Menteri Nomor 13 Tahun 2025 pada 16 Oktober 2025. Surat edaran ini menjadi pedoman penting bagi sekolah negeri dan swasta dalam mengatur pembiayaan honor guru dan tenaga kependidikan non ASN melalui Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
Kebijakan ini muncul sebagai bentuk penyesuaian terhadap Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Dengan aturan ini, pemerintah ingin memastikan agar penggunaan dana pendidikan menjadi lebih transparan, tepat sasaran, dan selaras dengan kebijakan kepegawaian nasional.
Apa yang Diatur dalam SE Menteri Nomor 13 Tahun 2025
Surat edaran ini mengatur secara rinci tentang batasan penggunaan dana BOSP untuk pembayaran honor tenaga pendidik non ASN. Berikut beberapa poin pentingnya:
1. Guru dan Tendik PPPK Paruh Waktu Dibiayai dari APBD
Guru dan tenaga kependidikan yang diangkat berdasarkan Kepmenpan RB Nomor 16 Tahun 2025 masuk kategori PPPK Paruh Waktu. Penghasilan mereka wajib dibayarkan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), bukan dari dana BOSP.
Dengan demikian, sekolah tidak diperkenankan lagi menggunakan dana BOSP untuk membayar tenaga PPPK paruh waktu, kecuali jika daerah telah mengajukan permohonan resmi ke Kemendikdasmen karena keterbatasan anggaran daerah.
2. Batas Maksimal Honor dari Dana BOSP
Sesuai Permen Juknis BOSP Nomor 8 Tahun 2025, batas maksimal penggunaan dana BOSP untuk honor tenaga non ASN adalah:
- 20% untuk sekolah negeri
- 40% untuk sekolah swasta
Kebijakan ini bertujuan agar dana operasional sekolah tidak terkonsentrasi hanya pada pembayaran honor, tetapi juga dialokasikan untuk peningkatan mutu pembelajaran dan pengembangan sarana pendidikan.
3. Kewajiban Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam implementasi SE ini, yaitu:
- Menjamin pembayaran gaji PPPK melalui APBD sesuai SE Mendagri 900.1.1/227/SJ Tahun 2025.
- Mengawasi penggunaan dana BOSP agar sesuai dengan batasan yang ditetapkan.
- Mengajukan diskresi atau izin khusus ke Kemendikdasmen jika ditemukan sekolah yang tidak mampu memenuhi persentase penggunaan dana sesuai juknis.
Tujuan dan Arah Kebijakan
Terbitnya SE Menteri Nomor 13 Tahun 2025 memiliki tiga tujuan utama:
1. Meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan.
Sekolah diwajibkan mengatur kembali komposisi belanja agar BOSP digunakan secara proporsional dan transparan.
2. Menegaskan tanggung jawab pembiayaan antara pusat dan daerah.
Gaji tenaga PPPK bukan lagi tanggung jawab sekolah, tetapi pemerintah daerah.
3. Mendorong efisiensi dan profesionalisme tenaga pendidik.
Guru non ASN diharapkan terdorong mengikuti seleksi PPPK agar memiliki status kepegawaian yang lebih jelas dan pendapatan yang stabil.
Dampak Bagi Sekolah dan Guru Non ASN
Kebijakan ini membawa sejumlah dampak langsung di lapangan, baik bagi sekolah maupun tenaga pendidik non ASN.
Dampak Positif
- Kepastian status dan penghasilan.
- Transparansi keuangan sekolah meningkat.
- Peningkatan kualitas pengelolaan sekolah.
Dampak Tantangan
- Keterbatasan fiskal daerah.
- Sekolah dengan banyak guru honorer akan terdampak.
Batas 20% dan 40% dapat membatasi kemampuan sekolah dalam mempertahankan seluruh tenaga honorer.
- Proses administrasi tambahan.
Sekolah dan dinas pendidikan harus melalui proses pengajuan dan verifikasi ke Kemendikdasmen jika memerlukan diskresi khusus.
Keterkaitan dengan Regulasi Lain
Surat Edaran ini tidak berdiri sendiri. Ia menjadi bagian dari sistem kebijakan yang saling terkait, meliputi:
- Kepmenpan RB Nomor 16 Tahun 2025 — tentang pengangkatan PPPK Paruh Waktu.
- Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025 — tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOSP.
- SE Mendagri Nomor 900.1.1/227/SJ Tahun 2025 — tentang penggajian PPPK dari APBD.
Sinkronisasi antaraturan ini memastikan kebijakan pembiayaan pendidikan berjalan konsisten dan tidak tumpang tindih antara kementerian dan pemerintah daerah.
Analisis: Langkah Reformasi Tata Kelola Dana Pendidikan
Dari sisi kebijakan publik, SE Menteri Nomor 13 Tahun 2025 menunjukkan arah baru dalam tata kelola dana pendidikan:
1. Transparansi dan Efisiensi Anggaran
Dengan pembatasan honor BOSP, pemerintah ingin memastikan bahwa dana tersebut digunakan lebih banyak untuk mendukung kegiatan belajar siswa — seperti pengadaan buku, alat peraga, pelatihan guru, hingga digitalisasi pembelajaran.
2. Penguatan Peran Daerah
Pemerintah daerah kini menjadi aktor utama dalam menjamin kesejahteraan tenaga PPPK. Ini sejalan dengan semangat desentralisasi pendidikan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Mendorong Profesionalisasi Guru
Guru non ASN terdorong untuk berkompetisi mengikuti seleksi PPPK. Dalam jangka panjang, langkah ini akan mempersempit kesenjangan kesejahteraan antara guru ASN dan non ASN.
Rekomendasi untuk Sekolah dan Pemerintah Daerah
Agar implementasi SE Nomor 13 Tahun 2025 berjalan efektif, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Sosialisasi dan Bimbingan Teknis
Pemerintah pusat perlu memperkuat komunikasi dengan dinas pendidikan daerah agar tidak terjadi salah tafsir terhadap ketentuan SE.
2. Skema Bantuan Transisi untuk Daerah Lemah Fiskal
Pemerintah pusat bisa menyediakan skema Dana Alokasi Khusus (DAK) tambahan untuk membantu daerah dengan kemampuan keuangan terbatas.
3. Optimalisasi Digitalisasi RKAS dan Pelaporan BOS
Penggunaan sistem seperti ARKAS dan SIPLah harus diperluas agar pengawasan penggunaan dana semakin transparan.
4. Monitoring dan Evaluasi Berkala
Audit internal oleh Inspektorat Jenderal dan BPKP perlu dilakukan untuk memastikan kepatuhan sekolah terhadap batas penggunaan BOSP.
Surat Edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 13 Tahun 2025 merupakan tonggak penting dalam reformasi pembiayaan pendidikan di Indonesia.
Dengan mempertegas batasan penggunaan Dana BOSP untuk honor guru dan tenaga kependidikan non ASN, pemerintah berupaya menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang lebih efisien, adil, dan akuntabel.
Meskipun tantangan implementasi masih ada, terutama di daerah dengan kapasitas fiskal rendah, kebijakan ini membuka jalan menuju tata kelola pendidikan yang lebih profesional dan berkelanjutan.
Keberhasilan pelaksanaannya sangat bergantung pada sinergi antara:
- Pemerintah pusat
- Pemerintah daerah
- Satuan pendidikan
- Dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan
Jika dijalankan dengan komitmen kuat, SE Nomor 13 Tahun 2025 tidak hanya menjadi aturan administratif, tetapi juga langkah nyata menuju transformasi pendidikan nasional yang lebih berkualitas dan berkeadilan.