Kerjasama ekonomi Islam dengan cara menerapkan Mudlarabah atau Qiradl. Dalam tulisan ini akan menjelaskan pengertian dan dasar hukum Mudlarabah atau Qiradl, bentuk-bentuk praktek Mudlarabah atau Qiradl, macam-macamnya Mudlarabah atau Qiradl, syarat dan rukun Mudlarabah atau Qiradl, sifat akad Mudlarabah atau Qiradl, serta ketentuan-ketentuan lain dalam akad Mudlarabah atau Qiradl.
.
Dalam kitab "Al fiqhul Islami wa adillatuhu" halaman 836 sampai 837 disebutkan bahwa mudlarabah adalah : "pemilik modal menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pekerja untuk dikembangkan dalam suatu jenis usaha, sedangkan keuntungannya menjadi milik bersama". Jika rugi maka kerugian itu menjadi resiko bagi pemilik modal, sehingga ia bekerja hanya menanggung kerugian dari usaha dan jerih payahnya sendiri tanpa harus mengganti kerugian modal yang dikelolanya. Karena itu, sementara orang menyebutkan mudlarabah sebagai kerjasama dengan modal dari seseorang pada satu sisi, dan sebagai pengembang modal oleh orang lain pada sisi lain.
Sama halnya dengan qiradl para ulama sepakat bahwa mudlarabah itu hukumnya Jawaz (boleh) dasar hukumnya adalah:
Ayat tersebut membolehkan Setiap usaha mencari karunia Allah di muka bumi yang bisa biasa disebut rezeki termasuk usaha mudhorobah.
Baca juga materi Perbankan dalam Islam
Pengertian dan hukum Mudalarabah atau Qiradl
Najmuddin Amin al Kurdi dalam kitabnya "tanwirul Qulub" maupun Dr. Wahbah al Zuchaili dalam kitabnya "Al fiqhul Islami wa adillatuhu" menyebutkan ungkapan mudlarabah atau qiradl berarti mudlarabah itu sama dengan qiradl bahkan Az-zuchaili menegaskan bawa dalam bahasa dialek warga Irak disebut mudlarabah sedangkan dalam bahasa dialek warga Hijaz disebut Qiradl.
Dalam kitab "Al fiqhul Islami wa adillatuhu" halaman 836 sampai 837 disebutkan bahwa mudlarabah adalah : "pemilik modal menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pekerja untuk dikembangkan dalam suatu jenis usaha, sedangkan keuntungannya menjadi milik bersama". Jika rugi maka kerugian itu menjadi resiko bagi pemilik modal, sehingga ia bekerja hanya menanggung kerugian dari usaha dan jerih payahnya sendiri tanpa harus mengganti kerugian modal yang dikelolanya. Karena itu, sementara orang menyebutkan mudlarabah sebagai kerjasama dengan modal dari seseorang pada satu sisi, dan sebagai pengembang modal oleh orang lain pada sisi lain.
Ada 2 poin terpenting dalam definisi muqarabah tersebut di atas yaitu :
- Menyerahkan modal; berarti mudlarabah itu tidak sama dengan kredit biasa maupun kredit berbunga.
- Keuntungan menjadi milik bersama; antara pihak Pemodal dan pihak pengelola modal; berarti "wakil" dari salah seorang diantara kedua belah pihak dianggap bukan pihak yang terkait, sehingga ia tidak memiliki hak hukum apapun terhadap keuntungan tersebut. Faktor utama yang menyebabkan keuntungan menjadi milik bersama antara kedua belah pihak adalah bahwa pihak pemodal berhak mengambil keuntungan karena modal itu memang miliknya, sedangkan pihak pengelola modal juga berhak mengambil keuntungan karena keuntungan itu merupakan hasil kelolaannya.
Sama halnya dengan qiradl para ulama sepakat bahwa mudlarabah itu hukumnya Jawaz (boleh) dasar hukumnya adalah:
1. Firman Allah SWT
Artinya :"... dan orang-orang lainnya yang berjalan dimuka bumi untuk mencari sebagian karunia Allah..." (QS. Al-muzzammil 20)Ayat tersebut membolehkan Setiap usaha mencari karunia Allah di muka bumi yang bisa biasa disebut rezeki termasuk usaha mudhorobah.
2. Hadis Nabi SAW
Artinya : "Dari shuhaib ra bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda: tiga perkara yang mengandung berkah yaitu : 1. jual beli yang sampai pada batas waktu, 2. memberi modal, 3. mencampur buah burr dengan buah Sya'ir nama jenis gandum untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual (Hadits Ibnu Majah dengan sanad yang dloif)3. Hadits Ibnu Abbas dengan riwayat Ath Thabarani
Bahwasanya apabila Abbas bin Abdul Muthalib ayah dari Ibnu Abbas sendiri menyerahkan sejumlah modalnya kepada seseorang, maka ia mengajukan persyaratan kepada orang yang bersangkutan agar tidak usah mengurangi lautan, tidak usah menelusuri lembah, tidak usah membeli ternak yang jinak, jika persyaratan itu dipenuhi maka Abbas sanggup menanggung kerugian nya secara keseluruhan ketika persyaratan seperti itu dilaporkan kepada Rasulullah SAW maka beliaupun merestuinya.4. Ijma' para sahabat
Sejumlah sahabat nabi menyerahkan harta anak yatim kepada seseorang untuk menjadi modal usaha dengan cara bagi hasil yang persentasenya sesuai dengan perjanjian kalangan para sahabat yang lain Tidak seorangpun yang menentangnya dengan demikian mudhorobah itu diperbolehkan Berdasarkan ijma' kesepakatan para sahabat.6. Qiyas
Yakni diqiyaskan dengan musaqah yang akan dibicarakan nanti karena akad mudhorobah itu diperlukan oleh masyarakat syariat Islam tidak akan mensyariatkan atau mengundangkan suatu jenis akad atau transaksi kecuali semata-mata untuk kemaslahatan umat dan pemenuhan hajat hidup mereka.Bentuk-bentuk praktik mudlarabah
- Mudlarabah dalam bentuk sederhana, yakni dilakukan secara perorangan. Muqarabah dalam bentuk yang pertama ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw bahkan sejak sebelum Islam datang. Dalam sejarah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW Sebelum menjadi rasul, Beliau pernah menjalankan perdagangan dengan modal dari Siti Khadijah calon istrinya. Mudharabah dalam bentuk sederhana ini hingga sekarang masih dipraktekkan oleh masyarakat baik di kota-kota maupun di desa-desa.
- Mudhorobah dalam bentuk modern ini justru dapat dikembangkan lebih jauh. Apabila seorang nasabah ingin menyimpan uangnya di bank maka ia dapat mengadakan akad mudhorobah dengan pihak bank kemudian pihak bank menjalankan uang itu untuk berusaha sedangkan keuntungannya nanti untuk kedua belah pihak dengan cara bagi hasil.
Baca juga materi Perbankan dalam Islam
Macam-macam mudlarabah
- Mudharabah mutlaqah yaitu pemberian modal oleh seseorang kepada seseorang tanpa ditentukan segala sesuatunya selain persentase pembagian keuntungan di antara kedua belah pihak.
- Mudharabah muqayyadah yaitu pemberian modal oleh seseorang kepada seseorang dengan ditentukan wilayah usahanya, jenis usahanya, batas waktu usahanya dan kepada siapa barang yang dikelolanya itu dijual belikan. Jenis Mudharabah yang kedua ini menurut Imam Hanafi dan Imam Hambali diperbolehkan sementara menurut Imam Maliki dan Imam Syafi'i tidak diperbolehkan.
- Mudharabah 'ala Syarthin yaitu mudlarabah yang masih berupa janji. Misalnya kata pemodal: "Jika Si Fulan datang kepada anda dengan sejumlah uang yang merupakan tanggungan hutangnya kepada saya, lalu uang itu diberikan kepada anda, maka Anggaplah sebagai bagian buat anda dari keuntungan modal saya yang anda kelola itu. Jenis Mudharabah yang ketiga ini hanya mazhab Hambali dan mazhab Syiah zaidiyah saja yang menganggapnya boleh. Sedangkan ketiga mazhab diluar mazhab Hambali menganggapnya tidak boleh dengan alasan bahwa Mudharabah itu mengandung makna kepemilikan terhadap bagian keuntungan dari kerjasama permodalan sedangkan hak kepemilikan tidak sah jika disertai dengan taqlid atau pengandaian.
Rukun dan syarat mudharabah
Rukun mudarabah Ada 5 :
- Dua orang yang berakad yakni pemodal dan pekerja modal
- Modal
- Jenis usaha
- Keuntungan
- Sighat atau ijab dan qobul seperti kata pihak Pemodal : "saya modali anda untuk berdagang dan keuntungannya nanti akan kita bagi bersama"
Persyaratan mudlarabah justru menyangkut masing-masing rukunnya tersebut di atas yaitu:
1. Persyaratan dua orang yang berakad :
- Memiliki hak hukum untuk menyerahkan dan menerima mandat. Dalam akad mudlarabah keduanya tidak disyaratkan harus Islam, bahkan antara seorang muslim dengan seorang kafir dzimmi yakni orang kafir yang mau membayar pajak kepada pemerintah Islam atau seorang muslim dengan seorang kafir Musta'min yakni orang kafir yang meminta perlindungan keamanan kepada pemerintah Islam. Tetapi menurut mazhab Maliki tidak boleh berakad mudlarabah dengan non muslim yang tergolong suka makan harta riba. Sedangkan dengan non muslim yang tidak suka makan harta riba hukumnya makruh.
2. Persyaratan modal :
- Harus berupa uang yang berlaku bukan berupa benda tak bergerak seperti tanah rumah dan sebagainya. Bukan pula berupa cek perhiasan Atau benda-benda lainnya yang bernilai ekonomi sekalipun.
- Harus diketahui dan ditentukan jumlahnya dengan modal yang tidak diketahui jumlahnya tidak akan diketahui pula jumlah keuntungannya padahal jumlah keuntungan yang diketahui merupakan syarat sahnya akad mudlarabah.
- Harus ada dan tunai tidak sah melakukan akad murabahah dengan modal atau dengan modal kredit
- Harus diserahterimakan kepada pihak pekerja modal sehingga tidak say lagu ghuroba yang modalnya dipegang oleh pihak pemodal bahkan tidak sah akad mudhorobah itu jika disyaratkan bahwa model harus dipegang oleh pihak Pemodal.
Baca juga masalah kredit dalam Islam
3.Persyaratan keuntungan :
- Keuntungan harus diketahui jumlahnya karena keuntungan itu merupakan objek utama dalam akad mudlarabah tanpa diketahui jumlah keuntungan yang dihasilkan maka akad mudlarabah bisa menjadi tidak sah tetapi apabila seseorang menyerahkan modal sebesar 100 juta kepada orang lain untuk berserikat atau bekerja sama dalam memperoleh keuntungan tanpa menjelaskan jumlah keuntungannya, maka akad seperti itu hukumnya boleh, dang dengan sendirinya pembagian keuntungannya adalah 50% 50% karena perserikatan itu menuntut adanya persamaan.
- Pembagian keuntungan harus ditentukan antara para pihak pemodal dan pihak pekerja modal.
4. Persyaratan jenis usaha :
- Tidak ditentukan oleh pihak pemodal sehingga pihak pekerja modal kebebasan untuk menentukan sendiri jenis usaha yang akan dilakukan
- Tidak dipersempit ruang geraknya oleh pihak pemodal sehingga tidak sah akad mudlarabah itu jika oleh pihak pemodal disyaratkan harus memperdagangkan jenis barang tertentu atau harus bermitra dengan orang tertentu.
5. Persyaratan shighat Ijab dan qobul :
- Tidak mengandung makna pembatasan waktu maka tidak sah akad mudlarabah itu jika pihak pemodal berkata : "saya modali anda untuk berdagang selama setahun". namun demikian, masing-masing dari kedua belah pihak memiliki hak untuk sewaktu-waktu membatalkan akad mudlarabah.
- Tidak mengandung makna taqlid pengandaian maka tidak sah akad mudlarabah itu jika pihak pemodal berkata : "sekiranya uang saya di bank sudah cair, maka saya akan memodali anda untuk berdagang!".
Sifat akad mudlarabah
Para ulama sepakat bahwa akad mudhorobah sebelum bekerja modal memulai kerjanya bersifat tidak tetap sehingga masing-masing dari pihak Pemodal dan pihak pekerja modal boleh membatalkannya sewaktu-waktu tetapi apabila pekerja modal sudah memulai kerjanya maka :
- Menurut Imam Maliki akad mudlarabah itu bersifat tetap bisa diwariskan kepada anak-anaknya yang terpercaya karena mereka bisa terkait dengan akad mudlarabah sebagaimana ayahnya. Apabila mereka tidak terpercaya maka mereka boleh memandatkan Nya kepada orang yang terpercaya akad mudlarabah itu tidak bisa dibatalkan setelah pihak pekerja modal memulai kerjanya memulai kerjanya.
- Menurut 3 Imam dalam mazhab 4 akad mudlarabah itu bersifat tidak tetap sehingga sewaktu-waktu bisa dibatalkan oleh masing-masing dari pihak pemodal dan pihak pekerja modal akad mudlarabah itu tidak dapat diwariskan.
Perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena Imam Maliki berpendirian bahwa apabila pekerja modal sudah memulai kerjanya maka akan mudlarabah itu bersifat tetap dan menjadi harta milik yang bisa diwariskan sehingga pembatalannya menurut beliau berbahaya. Sedangkan 3 Imam lainnya berpendirian mudlarabah itu mengelola modal orang lain atas seizinnya, masing-masing dari kedua belah pihak boleh membatalkannya kapan saja seperti dalam akad wadiah atau penitipan dan akad wakalah atau pemandatan.
Ketentuan-ketentuan lain dalam akad mudhorobah
- Yang dilakukan oleh pihak pekerja modal haruslah jenis usaha yang menghasilkan keuntungan
- Pihak pekerja modal tidak diperkenankan jual-beli yang mengandung unsur riba dalam bentuk apapun
- Pihak pekerja modal tidak diperkenankan menggunakan uang modal untuk kepentingan yang lain tanpa seizin pihak pemodal
- Pihak pekerja modal secara hukum tidak menanggung resiko apapun terhadap modal kecuali jika ia terbukti melakukan penyelewengan
- Apabila terjadi hal-hal diluar dugaan misalnya dalam usaha yang dilakukan itu terjadi kerugian harus ditutup dengan keuntungan dari usaha berikutnya dengan cara seperti itu masih tetap rugi maka yang demikian itu merupakan resiko bagi pihak Pemodal